14 September 2016, Hotspot Sintang Terbanyak di Kalbar

0
1317
Tingginya hotspot di Sintang 14 September lalu membuat Bukit Kelam diselimuti kabut asap pekat.
Tingginya hotspot di Sintang 14 September lalu membuat Bukit Kelam diselimuti kabut asap pekat.

SINTANG-Berdasarkan pantuan satelit NOAA-19 tanggal 14 September lalu, sebaran hotspot (titik pansas-red) di Sintang tertinggi di Kalbar. Dari total 216 hotspot di Kalbar itu, 82 diantaranya berada di Bumi Senentang.

Menyikapi banyaknya hotspot tersebut dan mulai pekatnya kabut asap di Bumi Senentang, Danrem 121 Alambhanawanawai, Brigjen TNI Widodo Iryansyah didampingi Dandim dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sintang, Simon Patanduk langsung melakukan patroli udara menggunakan helikopter. “Saya baru selesai ikut Danrem memantau hotspot melalui udara. Dari pantauan kami, hotspot muncul karena sejumlah masyarakat membakar ladang,” kata Simon.

Ia mengatakan, pemantauan dilakukan di sekitar kota Sintang seperti Kelam hingga Tebelian. “Pantauan kami, hotspot dekat kota Sintang tidak begitu banyak. Berdasarkan data, hotspot tersebut terletak di daerah ujung Serawai-Ambalau dan Senaning. Kemudian, kabupaten tetangga juga banyak hotspot. Makanya asap cukup pekat hari ini,” bebernya.

Menurutnya, patroli udara yang dilaksanakan merupakan inisiatif dari Danrem. Karena memang pihaknya tidak mengagendakan patroli udara rutin. “Ini sifatnya insidental, karena 14 September lalu hotspot-nya sangat banyak,” katanya.

Simon menyampaikan, salah satu kendala sulitnya penanganan kasus kebakaran lahan adalah jaraknya yang jauh. “Kondisi ini diperparah sulitnya akses, kadang pembakaran lahan berada di bukit. Karena masyarakat masih banyak yang ladang berpindah,” katanya.

Saat ini, kata Simon, Sintang dalam status siaga Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Status tersebut bisa saja berubah jika kondisi udara di Sintang semakin memburuk. “Kalau kabut asap kian pekat dan banyak masyarakat yang terkena dampak ISPA, atau jarak pandang semakin pendek, saya akan mengusulkan ke Bupati agar menenetapkan status darurat,” bebernya.

Mengenai budaya membakar ladang, Simon mengatakan ada dispensasi. Maksimal pembakaran lahan dua hektar, namun harus dilakukan bergiliran. “Tapi dispensasi itu itu harus ada petunjuk pelaksana (juklak). Kalau juklak-nya sudah ada, kami akan disampaikan ke camat. Kemudian secara berjenjang disampaikan ke desa-desa,” katanya.