LINTASKAPUAS.COM-SINTANG, Tanpa terkecuali, Setiap orang tua menginginkan anaknya bisa tumbuh sehat dan cerdas. Sehingga untuk menggapianya berbagai cara akan ditempuh. Hal tersebut yang rutin dilakukan oleh Sudin, Sisilia Selami dan Teodorus Setin tanpa mengenal lelah untuk mengurus anaknya yang kini harus menahan sakit karena tumor dimatanya.
Deti adalah anak ke tiga yang hidup dari pasangan Sisilia Selami dan Teodorus Setin. Anak pertama mereka meninggal karena prematur, kemudian anak kedua juga meninggal karena sakit saat masih bayi. Deti sendiri telah menunjukan keanehan pada pupil matanya sejak usianya 3 bulan.
“Waktu usianya 3 bulan, matanya seperti mata kucing. Waktu itu sempat saya bawa periksa ke bidan di desa kami. Kata bu bidan, mungkin itu bisul,” tutur Sisilia Selami mengisahkan awal mula derita yang dialami anaknya.
Keterbatasan biaya dan susahnya hidup membuat pasutri asal dusun Mungguk Labuk Desa Sungai Seria kecamatan Katungau Hulu. Desa yang berbatasan langsung dengan wilayah negara Malaysia tak bisa membawa buah hatinya untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. Upaya mencari kesembuhan bagi Deti baru dilakukan setelah usia Deti memasuki 4 tahun. Saat itu dengan berbekal surat keterangan tidak mampu dan kondisi mata Deti yang sudah parah, keduanya nekad membawa Deti ke RSUD Sudarso Pontianak.
“Waktu itu dibilang kalau anak saya ini tidak bisa diobati dan harus dibawa ke Korea untuk diganti matanya. Jangankan ke Korea, untuk makan saja kami susah,”tambahnya lagi.
Sisilia dan suaminya hanyalah seorang buruh kasar di perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah desanya. Jika mereka tidak bekerja, maka mereka tidak akan mendapatkan uang. Lantaran mereka juga tak memiliki kebun karet untuk ditoreh getahnya. Seperti yang dikeluhkan oleh Teodorus kepada salah satu tetangganya yang ditemui saat berada di Sintang.
“Aku sudah tidak punya uang lagi,”tiru teman Teodorus yang enggan namanya disebutkan. Keluhan itu menurutnya disampaikan kepadanya sesaat setelah mereka tiba di RSUD Ade M Djoen Sintang beberapa waktu lalu.
Beruntung ada seorang pekerja sosial yang bersedia mengulurkan bantuan untuk menguruskan kartu BPJS bagi keluarga Deti. Berkat surat rekomendasi dari dinas sosial, kartu BPJS untuk Deti langsung bisa diaktifkan dan tidka harus menunggu 15 hari. Selain itu sejumlah pihak juga mengupayakan donasi dari masyarakat dan pemerintah. Deti akan diupayakan untuk dibawa berobat ke RS Darmais, rumah sakit khusus kanker yang ada di Jakarta
Sebelum diberangkatkan, Bupati Sintang Milton Crosby dan wakilnya Ignasius Juan akhirnya berkenan datang menjenguk Deti. Tidak hanya sekedar menjenguk, dua pejabat Sintang ini juga menyerahkan bantuan dana kepada orang tua Deti. “Kami sangat berterimakasih dengan bantuan yang diberikan oleh bupati dan wakil bupati serta semua pihak. Kami mohon doa semoga Deti bisa segera mendapatkan obat dan bisa sembuh,”ungkap Sudin, kakek Deti yang dengan sabar mendampingi cucunya saat mendapatkan perawatan di rumah sakit Sintang.
Bupati Sintang Milton Crosby kepada sejumlah wartawan mengatakan bahwa pemerintah memiliki keterbatasan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu menurutnya diperlukan uluran banyak pihak untuk bisa membantu masyarakat lain yang sedang mendapatkan musibah. “Seperti yang dialami oleh Deti ini. Pemerintah hanya bisa memberikan bantuan dalam bentuk kartu BPJS untuk biaya pengobatan. Sedangkan untuk biaya transportasi dan makan minum selama dalam perawatan diperlukan uluran dari pihak lain. Bagi masyarakat yang memiliki kelebihan rezeki, maka mohon berkenan untuk memberikan sumbangan untuk kesembuhan Deti. Apalagi pada saat bulan suci Ramadhan seperti saat ini,”ujar bupati Sintang.
Apalagi kata bupati Deti merupakan anak perbatasan yang memang harus diakui akses kepada layanan kesehatan masih sangat minim. Menurutnya meskipun tenaga kesehatan telah ada di desa Sungai Seria, namun fasilitas dan sarana lainnya tentu masih kurang mendukung. Sementara akses untuk ke kota kabupaten sangat jauh. Maka menurutnya wajar jika pada awalnya keluarga Deti lebih berkeingina membawa Deti untuk berobat ke negara Malaysia.
“Ini menjadi bukti bahwa mereka masih cinta Indonesia, cinta NKRI. Ini juga harus menjadi perhatian banyak pihak bahwa daerah perbatasan memerlukan perhatian yang lebih banyak lagi,”ujarnya.
Tak jauh berbeda dengan wakil bupati Sintang Ignasius Juan. Menurutnya nasib yang dialami Deti memang sangat memprihatinkan. Oleh karena itu begitu dihubungi untuk membesuk Deti, ia langsung mengiyakan.
“Saya juga menghimbau kepada masyarakat sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan maka alangkah baiknya masyarakat luas secara ikhlas bisa membantu Deti untuk mencari kesembuhan. Pemerintah melalui kartu BPJS hanya bisa membantu untuk biaya berobat, sementara untuk transportasi dan biaya hidup sehari-hari, karena kondisi keluarga mereka yang kurang mampu, maka memang diperlukan uluran bantuan dari pihak lain,”tegasnya.
Saat ini sejumlah jurnalis Sintang dan tokoh pemuda perbatasan mencoba memfasilitasi mengumpulkan biaya untuk membantu Deti dan keluarganya. Donasi kepada Deti bisa disalurkan melalui rekening 0304-01-016672-53-2 di Bank BRI cabang Sintang atas nama Dompet Simpatik kemanusiaan Sintang.
Ambresius Murjani, tokoh pemuda perbatasan mengatakan bahwa rekening itu di buka secara spontan untuk memberikan bantuan bagi Deti dan keluarganya untuk mencari kesembuhan. Untuk kali pertama dana yang masuk ke dalam rekening tersebut akan diprioritaskan diberikan kepada Deti. Bila pengobatan Deti berhasil, maka dana yang ada di rekening akan disimpan dan akan diberikan kembali kepada siapapun warga Sintang yang membutuhkan.
“Kita tidak berharap, tapi kita juga tidak bisa menutup mata bahwa akan ada Deti-deti yang lain yang membutuhkan uluran bantuan. Maka dana itu akan diberikan kepada siapapun yang memang dirasakan sangat membutuhkan,”ujarnya.
Sebagia bentuk transparansi pengelolaan dana tersebut, maka pemasukan dan penggunaan dana yang masuk dalam rekening dompet simpatik kemanusiaan akan mempublikasikan laporanya di sejumlah media yang ada di Sintang.
“Karena rekening itu juga dibuka atas bantuan dan inisiatif sejumlah jurnalis yang ada di Sintang, maka pengunaan dan pemasukan dana ke rekening itu akan diterbitkan pula di sejumlah media secara berkala. Baik media cetak maupun media elektronik,”tegasnya.
Deti tak selalu rewel
Meski tak lagi bisa melihat karena kedua bola mata yang telah digerogoti oleh tumor, Deti dirasakan tidak selalu rewel. Tidak hanya diakui oleh ibu dan kakeknya, sejumlah pasien yang dirawat satu ruangan dengan Deti mengatakan bahwa bocah kecil pengidap tumor tersebut memang tidak selalu rewel.
“Dia tidak selalu menangis seperti kebanyakan anak kecil. Dia hanya menangis kalau sedang merasakan sakit di pipinya yang sudah membengkak itu. Itupun tidak lama dan langsung diam,”ungkap Laudia, tetangga ibu Deti di desa Sungai Seria yang kini tinggal di kampung Ladang.
Hari itu kamis (18/6) mulut Deti terlihat asyik mengunyah mie instan mentah yang dilumuri bumbu kecap. Sesekali ia merengek kepada ibunya, karena ada lalat yang singgah di mata atau pipinya yang mengalirkan nanah bercampur darah. Di kesempatan lain saat dibesuk, Deti juga asyik makan nasi dengan menggunakan tanganya. Ibunya berkata bahwa Deti tak mau makan bubur.
“Dia hanya mau makan buah, tapi tidak semua buah mau. Hanya buah yang disebutnya saja yang mau di makan. Hari ini dia minta pletik (rambutan kampung :ed). Tapi kan sedang tidak musim, mau dapat dari mana. Saya kasih buah kelengkeng, dia tidak mau,”tutur Sisilia.