Membangun Destinasi Wisata Baru Berbasis Ekowisata

0
1833
Senen Maryono
Senen Maryono

LINTASKAPUAS.COM,SINTANG-Pengembangan kepariwisataan di Bumi Senentang tak hanya fokus pada wisata alam saja. Saat ini, Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disporaparekraf) sedang menjajaki membangun destinasi wisata baru berbasis ekowisata.

Rencana membangun destinasi wisata berbasis ekowisata ini semakin serius dijajaki. Berbagai pihak seperti WWF Sintang, Sintang Fishing Club (SFC) dan Komunitas Pariwisata Sintang (Kompass) turut berpartisipasi mengidentifikasi potensi ini di Bumi Senentang. Dalam ekspos yang disampaikan ke Disporaparekraf Senin (9/2) lalu, empat lokasi yang akan menjadi fokus perhatian adalah Danau Semetung di Ketungau Hilir, Mungguk Kersik di Tanjung Baung Ketungau Hilir, Sungai Segak dan Nanga Pari.

Kepala Dinas Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sintang, Senen Maryono mengatakan empat objek wisata tersebut menenuhi syarat sapta pesona pariwisata. Antara lain lingkungan yang aman, bersih, dan hijau. “DI Kabupaten Sintang ini, lingkungan yang hijau tidak asing lagi. Karena banyak hutan yang masih asli yang dilengkapi dengan flora dan fauna,” katanya.

Ia menyatakan, pihaknya sangat menyambut baik identifikasi destinasi wisata baru yang disampaikan berbagai pihak tersebut. Apalagi selama ini pariwisata Sintang hanya terfokus di Bukit Kelam, Ensadid Panjang dan sejumlah objek wisata lainnya. “Setelah adanya identifikasi, diketahui kalau Nanga Pari memiliki potensi air terjun yang layak dikembangkan. Disana ada juga komunitas budaya dan peninggalan cagar budaya. Selain bisa menikmati wisata alam dan budaya, pengunjung juga bisa menikmati wisata sejarah,” katanya.

Kemudian, di Desa Tanjung Baung Ketungau Hiir memiliki danau yang cukup bagus. Untuk mengembangkan pariwisata ini, dibutuhkan kerjasama lintas instansi. Contohnya ketika akan menjadi suatu daerah menjadi desa wisata, tentu harus melibatkan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa, Bappeda juga Dinas Pertanian. “Sinergisitas penting, karena ketika danau itu memiliki banyak ikan, tentu akan mengundang banyak orang untuk memancing. Harapannya, ketika orang datang berkunjug, mereka juga membawa uang yang bisa memberi dampak langsung pada perekonomian masyarakat,” katanya.

Untuk menjaga agar wisata alam tetap terjaga, dalam tata ruang wilayah tidak boleh tumpang tindih. Makanya harus dibangun pariwisata yang berwawasan lingkungan. “Jadi, pemeliharaan dan pengembangan hutan termasuk menjaga flora dan fauna, masyarakat harus dilibatkan,” tegasnya.

Dedy Wahyudy, Sintang Melawi Officer WWF mengatakan pihaknya sepakat agar ada satu ikon lain Sintang pariwisata selain Bukit Kelam. Pengelolaannya diharapkan berbasis masyarakat. “Kami ingin mendorong destinasi wisata alternatif itu dengan konsep ekowisata. Prinsip ekowisata ini aktor utamanya adalah masyarakat dan harus ramah lingkungan. Masyarakat juga harus berperan menjaga hutan, air dan flora fauna dan lingkungannya,” katanya.

Ia menegaskan, untuk mengembangkan pariwisata harus diperkuat grand design yang mantap. “Semua wilayah juga harus terangkum dalam kerangka program yang sinergi,” katanya.

Apin, perwakilan Komunitas Pariwisata Sintang (Kompass) mengatakan perlunya mengembangkan ekowisata di Sintang mengingat tren pariwisata dunia sudah berubah. Bila sebelumnya orang lebih memilih pantai, sekarang orang lebih memilih kembali ke alam. “Sekarang, selain berpelesir, penikmat pariswisata diharapkan aktif berkonservasi,” katanya.

Ketua Sintang Fishing Club, Rayendra mengatakan, ketika destinasi pariwisata berkonsep ekowisata dibangun, pihaknya mendorong pembuatan Peraturan Desa untuk penguatan kawasan. Agar masyarakat terberdaya dan alam terjaga dengan Perdes yang dibuat. (yusrizal)