Sejak Indonesia Merdeka Andalkan Transportasi Sungai

0
3202

Cerita Klasik Kecamatan Ambalau, Sintang

Speedboat, salah satu alat transportasi andalan menuju Kecamatan Ambalau yang masih digunakan hingga kini
Speedboat, salah satu alat transportasi andalan menuju Kecamatan Ambalau yang masih digunakan hingga kini

LINTASKAPUAS.COM – CERITA klasik ketertinggalan karena belum ada akses jalan, masih dirasakan masyarakat Kecamatan Ambalau Kabupaten Sintang. Pasalnya, sejak Indonesia merdeka hingga sekarang, akses transportasi sungai masih jadi andalan.

KECAMATAN Ambalau merupakan satu dari 14 daerah yang berstatus kecamatan di Kabupaten Sintang. Meski statusnya sebagai kecamatan, daerah yg berbatasan langsung dengan Kalteng ini, belum merasakan akses jalan lazimnya kecamatan lain di Sintang.

Ironis memang. Tapi, inilah fakta tak terbantahkan soal potret pembangunan yang belum sepenuhnya dirasakan masyarakat. Berstatus kecamatan tidak otomatis berdampak pada peningkatan pembangunan infrastruktur jalan. Jalan masih saja menjadi harapan dan dambaan masyarakat Ambalau saat zaman semakin maju.

Selama ini, pemerintah terus berusaha memperbaiki jalan menuju daerah itu. Jalan menuju kecamatan ambalau dari Serawai sudah beberapa kali mendapat suplai dana dari APBD Sintang. Meski sudah beberapa kali mendapat kucuran dana, jalan menuju Ambalau tetap saja buruk, susah dilewati dan berkubang lumpur. Apalagi kalau musim penghujan. Akhirnya, akses tranpsortasi yang lancar, kembali lagi ke zaman dulu, menggunakan jalur sungai.

Dampak penggunaan jalur sungai sebagai media transportasi sudah bisa ditebak. Yakni mahalnya biaya transportasi dan tingginya harga kebutuhan pokok yang sampai ke daerah itu, belum lagi jarak tempuh perjalanan yang cukup panjang.

Untuk menjangkau Kecamatan Ambalau dari Sintang, memerlukan waktu kurang lebih 7 jam dengan menggunakan speed boat mesin 40 PK. Diperlukan kurang lebih  140 liter bensin atau sekitar Rp 1,2 juta dana untuk satu kali perjalanan, belum termasuk ongkos pulang.

Menurut Otong Markus, Warga Desa Buntut Sabon Kecamatan Ambalau yang kerap menjadi motoris speed boat, tingginya cost selama perjalanan memang perdampak pada jasa transportasi menuju Ambalau. “Ongkos speed dari Sintang menuju Ambalau sebesar Rp 400 ribu untuk satu kali jalan. Artinya, perlu biaya Rp 800 ribu untuk biaya pulang pergi,” bebernya.

Meski melalui jalur sungai yang cukup lebar, membawa speed boat ke Ambalau bukan pekerjaan mudah. Perlu kehatiihatian eksta, mengingat ada sejumlah jalu yang dangkal dan banyak kayu yang terbawa arus sungai. “Jadi motoris memang harus hati-hati dan punya pengalaman. Apalagi kalau musim kemarau,” kata Otong.

Menurutnya, walaupun jasa transportasi menjadi salah satu mata pencarian masyarakat, kehadiran jalan yang layak tetap dirindukan. “Kami memang mengharapkan akses jalan yang layak dan lancar, karena adanya jalan berdampak pada kemajuan diberbagai bidang,” ucapnya.

Anggota DPRD Sintang asal Ambalau, Ginidie mengatakan bahwa dirinya dan masyakat lain di Ambalau merasa belum merdeka dari segi pembangunan, apalagi akses darat menuju Ambalu tak bisa dilewati. Sebagai anggota DPRD aktif, ia bersama anggota DPRD lain dari Ambalau selalu memperjuangkan pembangunan yang lebih baik. “Khusus untuk jalan Serawai menuju Ambalau, kami sudah memperjuangkan supaya dianggarkan. Tahun 2012 dianggarkan sebesar Rp 6 miliar,” bebernya.

Soal hasil pembangunan jalan yang belum optimal, politisi Golkar ini mempersilahkan masyarakat menilainya sendiri. “Kami hanya memperjuangkan anggaran, tekhnis pelaksanan pekerjaan jalan bukan kewenangan kami. Bagus atau tidak silahkan menilai sendiri,” tegasnya.

Ia membenarkan ruas jalan Serawai-Ambalau belum fungsional. “Sejauh ini masyarakat tetap mengandalkan transportasi air. Karena akses lewat jalur darat sangat sulit,” ucapnya.

Soal dampak tak ada jalur darat, Ginidie menyebut pembangunan terkesan jalan ditempat. “Pembangunan memang ada, tapi masih banyak yang seperti dulu, masih seperti lagu lama,” katanya.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyesalkan jalan menuju serawai yang merupakan kewenangan provinsi mengalami kerusakan parah. “Saya pernah nyoba pakai mobil, tapi sangat sulit tembus,” katanya.

Ginidie berharap, jalan menuju serawai statusnya diubah menjadi jalan kabupaten, baik itu Sintang atau Melawi. “Supaya penanganannya optimal,” pungkasnya. (*)