
LINTASKAPUAS | SINTANG – Kepala Kejaksaan Negeri Sintang, Porman Patuan Radot menjelaskan maksud instruksi Jaksa Agung, Burhanuddin yang mengatakan tindak pidana korupsi di bawah Rp 50 juta cukup diselesaikan dengan cara pengembalian kerugian negara.
Penjelasan terhadap perkara-perkara korupsi yang kerugiannya tidak terlalu besar dan perbuatan tersebut tidak dilakukan secara terus-menerus (keep going), maka diimbau untuk diselesaikan secara administratif dengan cara pengembalian kerugian negara tersebut dan terhadap pelaku tetap dilakukan pembinaan melalui inspektorat agar tidak mengulangi perbuatannya.
“Jadi, pernyataan bapak Kejagung itu bukan impunitas (Pembebasan dari segala hukuman-red) bagi pelaku tindak pidana korupsi. Karena korupsi ya tetap saja korupsi,” ucap Kajari kepada wartawan saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini.
Porman menjelaskan fenomena terjadinya korupsi di level akar rumput bisa terjadi karena ketidaktahuan atau tidak ada kesengajaan untuk menggarong uang negara, dan nilai kerugian keuangan negara relatif kecil.
“Bisa saja kan, terjadi korupsi itu karena ketidaktahuan dari si pelaku atau terjadi kesalahan administrasi, berartikan tidak ada niat dan belum tentu merugikan negara. Jadi diutamakan apabila di bawah 50 juta, dikembalikan kelebihan pembayaran itu atau kesalahan adminitrasi itu pada negara, ” jelas Kajari.
Meski demikian, menurut Kajari pengembalian kerugian pada negara, bukan menghapus tindak pidana. Menurutnya, upaya ini juga tindakan yang dapat menyelamatkan keuangan negara.
“Sementara pijakan hukumnya, mungkin ini hanya untuk memilah mana pelaku korupsi yang ada niat jahat, dan mana yang memang kesalahan administrasi. Misalnya, mengenai adanya pengadaan barang dan jasa, kemudian ada kesalahan administratif, kalau berdasarkan aturan sudah ada buktinya, bahwa anggaran segini, uang keluar segini, namun ternyata itu hanya kesalahan pengetikan, namun dianggap ada mark up. Misalnya dianggap ada kerugian, ternyata 20 juta angkanya, sementara biaya pemberkasan sidang, pemanggilan saksi ahli jelas anggaran lebih besar dari 50 juta. Apakah negara tidak rugi mengeluarkan uang hanya untuk perkara yang ternyata hanya kesalahan administrratif,” beber Radot.
Menurut Radot, pernyataan Jaksa Agung ditekankan untuk selain penyelamatan uang negara, juga bahwa tidak semua yang kesalahan administratif itu adalah perbuatan korupsi.
“Tapi jika hasil penyelidikan kita memang ada niat jahat tetap naik, ini konteksnya apabila ada kesalahan administratif, maka tidak ada unsur niat jahat untuk melakukan korupsi,” pungkas Porman










