Pemindahan Ibu Kota, Kultur & Filosofi Masyarakat Kalimantan Harus Menjadi Perhatian

0
814

Bupati Sintang, Jarot Winarno menyampaikan materi dalam Seminar Nasional tentang Pemindahan Ibu kota Negara yang berlangsung di Aula Kampus STKIP PK Sintang
LINTASKAPUAS I SINTANG. Bupati Sintang Jarot Winarno, mengatakan pemindahan Ibu Kota harus di pikirkan jauh hari terlebih terkait culture shock atau perubahan budaya. sehingga relevansi pemindahan Ibu Kota terhadap kultur dan filosofi masyarakat asli Kalimantan ini benar-benar di perhatikan.

“Jangan sampai pemindahan ibu kota negara ke pulau Kalimantan merusak kultur dan filosopi masyarakat asli kalimantan, karena itu penting harus menjadi perhatian, terlebih kita ini adalah pulau budaya, “ungkap Jarot saat membuka acara Seminar Nasional tentang Relevansi Pemindahan Ibu Kota Terhadap Kultur dan Filosofi Masyarakat Asli Kalimantan yang digelar oleh Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)  Cabang Sintang di Aula Kampus STKIP Persada Khatulistiwa Sintang, Kamis (21/11/19) pagi.

Bupati Sintang Jarot Winarno mengatakan Pemerintah Daerah sangat menyambut baik terselenggarannya seminar nasional terkait pemindahan Ibu Kota negara ini. Karena memang menurutnya, pemindahan Ibu Kota ini memang harus di pikirkan jauh-jauh hari terlebih terkait culture shock atau perubahan budaya. sehingga relevansi pemindahan Ibu Kota terhadap kultur dan filosofi masyarakat asli Kalimantan ini benar-benar di perhatikan.

“Kalaupun Pada akhirnya Pemindahan Ibu kota Negara terealisasi maka kita sebagai putra daerah harus tetap mempertahankan Kultur dan filosopi masyarakat asli kalimantan, apalagi pulau kita ini merupakan pulau budaya, ” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Bupati bercerita ketika Istrinya enam tahun bertugas di daerah Kuching Malaysia, di mana di daerah tersebut di bagi dua bagian, sebelah kanan merupakan kawasan umum, bisnis dan lainnya, sementara setelah menyebrang jembatan putra jaya itu adalah kawasan melayu asli. Jadi selama enam tahun istrinya disana hanya boleh sewa rumah saja dan tidak boleh membeli proferty yang ada di kawasan tersebut.

“Nah pengaturan-pengaturan seperti itu nanti sebelum ibu kota di bangun harus kita atur, mana daerah yang nda boleh orang luar membeli profertinya, agar apa yang kita inginkan yakni pemindahan ibu kota itu tidak merusak Kultur dan Filosofi Masyarakat Asli setempat”jelas Jarot. 

Selain itu juga, kata Jarot seperti di daerah Condet Jakarta yang menjadi daerah cagar budaya masyarakat Betawi, dimana jika ada pembangunan baik itu terkait perizinan, IMB dan lainnya jika tidak sesuai dengan budaya betawi tidak dikasi izin.

“Nah itu hal seperti itu juga harus kita atur pada pemindahan ibu kota nanti sebagai upaya untuk menjaga kultur dan filosopi masyarakat asli, masyarakat setempat agar tetap terjaga”terang Jarot.

Jarot pun berharap hal-hal tersebut menjadi pambahasan dalam seminar yang di laksanakan ini, terlebih yang hadir merupakan generasi masa depan daerah dan masa depan bangsa, sehinga dengan demikian mereka bisa mehami betapa pentingnya menjaga kultur dan filosopi sebagai masyarakat asli atau setempat.

Ketua Presidium PMKRI Cabang Sintang ST. Agustinus, Helensia Yuliana Nuni mengatakan tujuan dari pada seminar nasional ini adalah untuk membicarakan wajah Indonesia di masa depan terutama terkait pemindahan Ibu Kota sehingga akan memberika dampak yang baik bagi masyarakat asli, terutama bagi generasi muda terlebih yang hadir hampir 600 peserta dari berbagai perguruan tinggi di Kab. Sintang dan PMKRI dari Pontianak merupakan generasi-generasi muda bangsa.

“Pemindahan ibu kota buka hanya sekedar pemindahan saja, tapi harus memberikan efek yang baik, dan kita sebagia generasi muda juga harus memberikan dampak baiknya untuk pemindahan ibu kota, ibarat sebuah pohon yang kokoh itu memerlukan akar-akar yang kuat dan sehat. Dimana kita harus menjadi manusia-manusia yang produktif kedepannya”ungkap Helensia.