Data Pasien Reaktif Bocor, Salah Satu Keluarga Pasien Kecewa Karna Pasien Dikucilkan di Lingkungan

0
905
Foto Ilustrasi. (Net)

LINTASKAPUAS I KETAPANG – Keluarga pasien yang hasil rapid testnya reaktif mengecam tindakan oknum yang telah menyebarluaskan data lengkap pasien yang tersebar di grup-grup whatsaap. Hal tersebut menimbulkan keresahan bagi pasien reaktif lantaran dikucilkan oleh lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Satu diantara keluarga pasien WU (44) mengaku kesal dengan ulah oknum yang telah menyebarluaskan data lengkap orang yang hasil rapid test reaktif begitu juga data lengkap Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang tersebar di pesan berantai whatsaap.

“Data yang disebar data lengkap berupa nama, jenis kelamin, alamat bahkan tertera nomor handphone juga,“ akunya, Rabu (20/05/2020).

Ia melanjutkan, akibatnya kelurga yang hasil rapid testnya reaktif tersebut, terus menerus dihubungi pihak-pihak untuk menanyakan kebenaran hal tersebut bahkan berimbas pada mulai dikucilkannya keluarganya oleh warga dan lingkungan sekitar.

“Harusnya data pasien tidak boleh di sebarluaskan, kalau memang untuk kebutuhan medis maka harus pihak tertentu saja yang tahu untuk memudahkan melakukan penanganan, kalau tersebar luas dampaknya seperti ini, siapa yang mau tanggung jawab kalau mereka semakin tertekan,” ketusnya.

Untuk itu, ia meminta agar pihak terkait yang memegang data untuk tidak sembarangan menyebarluaskan data demi kenyamanan para pihak yang dinyatakan reaktif atau dalam pengawasan supaya bisa fokus mengkarantina diri bukan malah tertekan akan sindiran dan pengucilan berbagai pihak.

“Apalagi reaktif belum tentu positif, harus menunggu hasil swab, kita berharap bocornya data ini tidak terjadi lagi ke depannya,” mintanya.

Sementara itu, Menyikapi beredarnya data pribadi masyarakat yang hasil rapid testnya reaktif, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Barat Dapil Ketapang-Kayong Utara, Kho Susanti mengecam tindakan siapapun oknum yang telah menyebarluaskan data tersebut.

“Ini juga bentuk pelanggaran HAM, karena begitu data pribadi pasien dibuka ke muka umum maka habislah privasinya, akibatnya seperti ini keluarga, lingkungan tempat mereka tinggal dan kerja dikucilkan,” ujarnya.

Kho menilai, pihak terkait mulai dari tingkat atas hingga staf tentu wajib menjaga privasi pasien agar tidak terjadi pembocoran data yang tentunya merugikan pasien beserta keluarganya terlebih ada sanksi hukum bagi pihak dengan sengaja membuka rahasia pasien ke publik seperti tercantum pada Pasal 322 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 9 bulan dan pasal 79 UU no 29 tahun 2004 dngn ancaman penjara paling lama 1 tahun.

“Sebab akan muncul keresahan dan tekanan terhadap pasien dan keluarganya jika data pribadi mereka disebar luaskan, cukuplah data tersebut digunakan pihak terkait untuk mengambil langkah penanangan bukan disebar luas dimuka umum,” tegasnya.

Untuk itu, Kho meminta dinas kesehatan atau pihak lain yang berwenang memegang data untuk mengusut persoalan ini dan memberikan teguran atau sanksi kepada oknum yang menyebarluaskan data pasien agar hal serupa tidak terulang kembali. (Ags.Fy)