LINTASKAPUAS I KETAPANG – Anggota Komisi XIII DPR-RI, Fransiskus Maria Agustinus Sibarani melakukan kunjungan kerja ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Ketapang, Sabtu (14/6/2025), pagi.
Kunjungan tersebut dalam rangka masa reses dan fungsi pengawasan terhadap institusi pemasyarakatan di Kalimantan Barat. Dimana lapas ketapang merupakan lapas keenam yang dikujunginya.
Dalam kunjungan kerjanya, Anggota Fraksi Golkar Daerah Pemilihan Kalbar I itu, didampingi oleh Kakanwil Imigrasi Kalbar dan Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Ketapang.
Usai melihat kondisi lapas secara keseluruhan, ia memberikan sejumlah catatan penting sekaligus apresiasi atas pengelolaan Lapas Ketapang.
Saat diwawancarai, Fransiskus Sibarani menyampaikan bahwa secara umum kondisi sarana dan prasarana di Lapas Ketapang cukup baik dan lengkap. Fasilitas yang tersedia, mulai dari layanan kesehatan hingga fasilitas olahraga, dinilai sudah memadai untuk mendukung kegiatan dan pembinaan warga binaan.
“Pertama saya mengunjungi rumah dinas petugas, yang mana di situ saya lihat tidak adanya saluran air, dan kondisi rumah juga terakhir direnovasi tahun 2018. Jadi dalam hal ini harus ada perhatian dan dukungan dari pemerintah,” tuturnya.
Lanjutnya, terus yang kedua, saya berkeliling melihat tembok, saya nilai kondisinya juga masih sangat baik. Jadi kesimpulannya, semua fasilitas-fasilitas yang ada di lapas semua masih dalam keadaan baik mulai dari tempat olahraga, tempat makanan, kwartel dan juga klinik, tinggal bagaimana lagi mempertahankannya.
Diakui Fransiskus, kunjungannya tidak hanya melihat dari fisik bangunan dan fasilitas namun ia juga ingin memastikan program-program pemasyarakatan bisa diketahui dan dipahami oleh warga binaan.
“Bukan hanya melihat fisik fasilitas bangunan, namun tadi juga saya sempat berbincang-bincang dengan beberapa warga binaan untuk menyampaikan program yang menjadi hak dari warga binaan,” tuturnya.
“Jadi di situ saya nilai pengetahuan mereka bervariasi ada yang sudah paham namun ada yang sudah tua ini harus ditunjukan dulu baru mereka ingat,” terangnya.
Fransiskus menambahkan, dalam konteks Kalimantan Barat secara keseluruhan, pengelolaan lapas tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada Kementerian Hukum dan HAM. Peran aktif dari pemerintah daerah dan kota sangat dibutuhkan, baik dalam bentuk dukungan regulasi, anggaran, maupun sinergi kelembagaan.
“Saya mendukung langkah Pemda yang telah menyediakan lahan untuk pembangunan lapas baru. Tapi kita harus pahami bahwa pembangunan dan pengelolaan adalah dua hal yang berbeda. Pengelolaan ini yang kita hadapi setiap hari dan harus terus diperhatikan. Pembangunan butuh waktu, tapi saya mendukung itu,” tegasnya.
Ia menilai, Sebagian besar lapas di Kalbar, termasuk Ketapang, masih kekurangan penjaga. “Ini perlu jadi perhatian karena menyangkut keamanan dan pembinaan napi,” nilainya.
Terkait jenis kasus yang mendominasi penghuni Lapas Ketapang, Franky menyebut 30% kasus narkoba, sementara sisanya didominasi oleh kriminal umum seperti pencurian.
Ia menekankan pentingnya kehadiran pemerintah daerah dan masyarakat dalam memberikan pendampingan hukum dan edukasi kepada masyarakat, terutama bagi mereka yang mengalami proses hukum namun tidak mampu mendapatkan bantuan hukum yang layak.
“Selama masa reses ini, saya sering mendengar langsung dari masyarakat bahwa mereka tidak mendapat pendampingan hukum. Ini masalah nyata yang harus kita respon bersama,” tutupnya.
(Ags)