LINTASKAPUAS.COM,KAPUAS HULU- Meski pemerintah sudah dua kali menurunkan harga BBM, terutama untuk premium dan solar. Dampak dari kenaikan harga BBM sebelumnya masih terjadi di kapuas hulu,terif angkutan umum Pontianak-Putussibau masih bertahan Rp 250/penumpang. Demikian juga dengan harga BBM di kios masih bertahan Rp 9000-10 ribu/liter, sementara pengelola APOMS/SPBU lebih banyak tutup.
Seperti yang diungkapkan Erni, SE warga jalan Lintas Timur (Melapi), kebijakan pemerintah berubah-ubah sangat menyakitkan warga di daerah pedalaman seperti masyarakat kapuas hulu. Karena saat harga BBM dinaikan oleh pemerintah beberapa waktu lalu langsung berdampak pada kenaikan harga barang dan angkutan. Rata-rata kenaikan capai 30-40 persen, ini jelas telah membebani masyarakat.
“Semalam, Minggu (18/1) dinihari pemerintah kembali mengumumkan penurunan harga BBM, juga beberapa jenis barang, antaranya semen. Namun kenyataannya, di kapuas hulu ini di kios-kios BBM premium masih dijual Rp 9000-Rp 10 ribu/liter. Sementara ketika masyarakat hendak mengisi BBM di SPBU/APMS dalam kota Putussibau tutup, mau tidak mau beli dikios,” terang Erni, Senin (19/1).
Pengusaha muda asal kapuas hulu ini mengatakan, dua kali pemerintah menurunkan harga BBM tak membuat perubahan apa-apa di kapuas hulu. Karena patokan harga barang dan angkutan umum masih mengacu pada harga BBM yang ditetapkan pemerintah sebelumnya. “Kapuas Hulu ini bukan seperti Jakarta atau daerah jawa. Di kapuas hulu barang kalau sudah naik tidak bisa turun,” jelasnya.
Lebih lanjut Erni mencontohkan, meski pemerintah sudah menurunkan harga premium hingga Rp 6. 600/liter, di kapuas hulu kios tetapo bertahan Rp 9000-10 ribu/liter. Kenapa yang standar kios, tutur Erni lagi karena masyarakat umum sangat sulit mendapatkan BBM di SPBU/APMS. Karena BBM di SPBU/APMS selalu dukuasi oleh pengantri yang merupakan pedagang BBM kios, terutama premium.
Karenanya, sambung Erni, kebijakan Jokowi-JK yang selalu berubah-ubah dengan berbagai program cendrung membuat rakyat bingung dan sengsara. “Sebentar naik, sebentar turun. Ketika naik, orang berlumba-lomba manaikan harga barang dan tarif angkutan. Ketika BBM turun, harga barang dan tarif angkutan tetap tak berubah. Ini sangat merugikan masyarakat kecil di daerah,” tutur Erni.