Bupati Sintang Setuju “Peladang Bukan Penjahat”

0
1507

Bupati Sintang, Jarot Winarno Gelar Pertemuan dengan Pimpinan Forkompinda Kabupaten Sintang, DAD Kabupaten Sintang dan Aliansi Solidaritas Anak Peladang(Asap) di ruang Kerjanya
LINTASKAPUAS I SINTANG – Bupati Sintang, Jarot Winarno sangat setuju pengan pernyatakan bahwa “Peladang bukan Penjahat” sesuai dengan yang digungkan oleh Masyarakat peduli 6 orang Peladang yang terjerat Kasus dugaan tindak Pidana Kebakaran Hutan dan Lahan(Karhutla)

Dengan adanya perda pengakuan hukum adat, perda lingkungan hidup, dan mengacu pada Undang-Undang saya keluarkan Perbup Nomor 57 Tahun 2018. Artinya, peladang bukanlah penjahat,” ungkap Jarot Winarno saat menggelar rapat bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Sintang, Dewan Adat Dayak(DAD) Sintang dan Aliansi Solidaritas Anak Peladang(ASAP) di Ruang Kerja Bupati Sintang, Rabu (21/11).

Bupati Sintang, Jarot Winarno memimpin rapat , dihadiri Kepala Kejaksaan Negeri Sintang, Imran, Kapolres Sintang, AKBP Adhe Hariadi, Ketua Pengadilan Negeri Sintang, Yogi Dulhadi, Dandim 1205/Stg, Letkol Inf, Rachmad Basuki, Ketua DPRD Sintang, Florensius Ronny, Ketua DAD Sintang, Jeffray Edward, Kepala Kesbangpol Sintang, Budi Harto, dan beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya

Bupati Sintang, Jarot Winarno mengatakan bahwa Petani ladang merupakan bagian dari masyarakat Kabupaten Sintang yang mencoba mencari nafkahnya dengan cara berladang. Tentu kata Jarot ini sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang kita semua.

Ada tiga poin penting yang harus menjadi perhatian kita bersama dalam menyikapi persoalan 6 terdakwa karhutla. Pertama adalah ketidaktahuan. Kedua bijaksana. Ketiga adalah jangan sampai terusik rasa keadilan.

“Jadi, ini harus bijaksana dengan mempertimbangkan semua faktor yang ada. Termasuk pertanyaan teman-teman ASAP tadi,” katanya.

Selain itu, Bupati Jarot kembali menegaskan bahwasanya hukum tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun. Tetapi, komunikasi penting untuk dibangun dengan melihat situasi masyarakat sekitar.

Karena itu, ungkap Jarot, mereka 6 terdakwa karhutla dinilainya masuk kategori ketidaktahuan. Pasalnya implementasi Perbub Nomor 57 Tahun 2018 baru dibuat. Sosialisasinya pun baru di 15 desa.

“Sementara Sintang ada 391 desa dan 1000 lebih dusun, sehingga pada kejadian 6 terdakwa karhutla ditangkap perbub belum tersosialisasikan secara sempurna,” jelasnya.

Sementara itu, Korlap Aliansi Solidaritas Anak Peladang (ASAP) Andreas mengatakan, bahwa dari hasil rapat forkopimda itu, sudah sedikit menemukan titik terang.

“Kami sudah mulai menemukan titik terang dari pertemuan ini. Seperti yang disampaikan Bupati bahwa, asas pertama hati nurani, kebijkasanaan dan kearifan lokal,” ujarnya.

Hanya saja ditegaskannya, dari hasil pertemuan itu, pihaknya masih belum merasa puas, karena kasus yang dialami enam petani yang terlibat karhutla ini masih mengantung.

“Saudara-saudara yang ditahan itu bagian dari kami. Maka kami tegas, tidak ada yang tidak bisa kalau kita mau, kenapa kita perjuangan mereka. Karena mereka bukan penjahat, bukan kriminal,” ujarnya.

Mereka yang ditangkap kata Andreas murni peladang tradisional yang sudah duilakukan turun temurun. Kalau penegak hukum tidak mengerti sistem berladang tradisional itu, ia meminta buat suatu forum diskusi.

“Tolong kita siapkan satu ruangan, kita diskusi cara berladang yang benar,” pungkasnya.