LINTASKAPUAS I KETAPANG – Kinerja Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Ketahanan Pangan Mandiri (KPM) Kabupaten Ketapang baru-baru ini menjadi sorotan.
Pasalnya, dana penyertaan modal sebesar 16 miliar dari Pemda Ketapang pada tahun 2022 sampai saat ini belum ada satu bisnispun yang dikelola oleh perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Ketapang tersebut.
Dilansir dari halaman Hariantribuana.co. Direktur Ketapang Pangan Mandiri, Alkap Pasti, mengatakan, bahwa programnya banyak sekali, seperti perdagangan, treding hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan.
“Kita bisa melakukan budi daya perkebunan seperti kelapa sawit, tanaman pangan dan hulti kultura,” katanya kepada Media Hariantribuana.co belum lama ini.
Menurut Alkap, Ketapang Pangan Mandiri bisa mendirikan pabrik dan bisa memproduksi pupuk organik dan non organik serta bisa melakukan pembenihan atau pembibitan tanaman pangan.
“Ada hal khusus yang diemban Ketapang Pangan Mandiri. Salah satunya pengembangan dan pengelolaan kawasan industri di sungai awan kiri,” akunya.
Alkap menjelaskan, dalam Kontek KPM, perusahaan BUMD yang dinahkodainya tidak bertugas untuk menghasilkan produk, tetapi harus bekerja sama dengan pihak lain.
“2024 kita sudah menjajakan proposal kerja sama kepada beberapa perusahaan yang ada di Ketapang. Kita juga sudah menjajaki kerja sama pupuk dengan perusahaan di Surabaya dan perwakilan di Ketapang,” ungkapnya.
Diakui Alkap, bahwa sampai saat ini KPM baru sebatas perencanaan semata, namun belum ada satupun dari semua rencana yang sudah terealisasi.
“Sampai saat ini bisnis kami belum ada yang jalan, baru sebatas penjajakan penawaran proposal kerja sama kepada perusahaan,” akunya.
Dirinya juga mengakui bahwa memang pada tahun 2022 Ketapang Pangan Mandiri mendapat penyertaan modal sebesar 16 Miliyar dari Pemda Ketapang.
“2022 kita dapat penyertaan modal 16 miliar, itu sesuai perda, namun semua kegiatan belum ada yang terealisasi,” tururnya.
Alkap menambahkan, awalnya KPM mau membuat kebun sawit, tapi itu yang diluar food estate. Namun setelah dikaji ternyata dananya tidak cukup.
“Kalau soal lahan sudah ada di Sungai Nanjung, dengan luasan lahan kurang lebih 1.400 hektar. Hutan itu berstatus HPL, lahan tersebut belum pernah digarap. Kami masih mencari investor. Kalau sawitkan perhektar sampai buah pasir itu kurang lebih 70 juta per hektar modalnya, tidak cukuplah dengan modal kita,” ucapnya.
(Ags)