PGRI Sintang Tuntut Status Hukum Pelaku Penganiaya Guru SMPN 1 Sei Tebelian

0
1964

Puluhan Guru yang tergabung dalam PGRI datangi Mapolsek Sei tebelian untuk memeprtanyakan status Hukum pelaku penganiayaan terhadap salah satu guru SMPN 1 Sei tebelian Sintang
LINTASKAPUAS I SINTANG – Puluhan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Sintang, mendatangi Polsek Sungai Tebelian, Selasa (12/3) pagi.
Kedatangan mereka, menuntut kejelasan status oknum pelaku yang memukul salah satu guru SMPN 1 Sungai Tebelian, pada Selasa (5/3) lalu. Sebab pelaku hanya satu hari ditahan usai melakukan pemukulan, setelah itu dibebaskan kembali.
Ketua PGRI Sintang, Usman Adi mengatakan, bahwa pihakya mendatangi Polsek tersebut untuk mempertanyakan status hukum terhadap pelaku pemukulan yang kini masih bebas menghirup udara segar.

“Kedatangan kita kesini untuk mengawal proses hukum kasus pemukulan, supaya tetap diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa ada interpensi oleh pihak-pihak lain. Pada intinya kita ingin mengawal kasus ini,” ujarnya usai melakukan audiensi dengan pihak kepolisian.

Usman mengatakan, bahwa dengan dilepaskannya pelaku yang saat ini sudah berstatus sebagai tersangka oleh Polsek Tebelian, karena dianggap mengidap gangguan jiwa. Hanya saja yang menjadi pertanyaannya, kenapa pelaku bisa menjadi anggota KPPS.
“Kita khawatirkan dia pura-pura seolah dia kurang waras saat ditahan. Itu yang kita takutkan, nanti dia menyerang lagi ke sekolah,” terangnya.
Maka dari itu kata Usman, pihaknya telah mendapat jaminan dari Polsek setempat, kalau ada kejadian serupa lagi ke depan, itu merupakan tanggung jawab mereka (Kapolsek).
“Kita juga menunggu hasil dari psikolog terhadap pelaku, sesuai yang disampaikan pihak kepolisian. Kita harapkan kasus ini berjalan sesuai proses yang berlaku,” pintanya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMPN 1 Tebelian, Endang Purwantini mengatakan, bahwa pihak sekolah mau proses hukum tetap berlangsung, karena ini menyangkut institusi. Karena pelaku melakukan pemukulan disaat guru tersebut sedang menjalankan profesinya itu.
“Dan hal tersebut dilakukan pelaku di sekolahan di depan peserta didik, saat proses belajar mengajar sesang berlangsung. Itu yang membuat kami merasa tersakiti dan tidak bsa menerima,” katanya.
Dengan kejadian ini, tentu jelas kata Endang guru menjadi was-was (ketakutan), nanti sewaktu-waktu kalau misalkan menertibkan siswa, lalu datang orang tuanya terus melakukan hal seperti itu lagi.
“jadi tetap ada rasa ketakutan itu. Saya ingin masyarakat memahami bahwa kami ini ingin mendidik, menjadikan peserta didik yang baik dan berkarakter untuk generasi emas,” katanya.
Dikatakan Endang, bahwa pemukulan itu menurutnya tidak ada kaitananya dengan proses belajar mengajar di sekolah, kalau masalah penertiban kepada siswa, itu sudah dilakukan seusia dengan prosedur.
“Apabila ada masalah pun sebelumnya sudah diselesaikan dengan prosedur dan kesepakatandari orang tua peserta didik,” katanya.
Ia juga mengatakan, bahwa terkait ini masalah profesi dan institusi, jadi pihaknya tidak menyelesaikan masalah tersebut ke pihak keluarga pelaku, melainkan langsung ke jalur hukum.
“Tapi kita juga berkoordinasi dengan berbagai pihak juga. Seperti komite, Disdik dan pengurus adat di kecamatan, untuk bagaimana jalan keluarnya,” katanya.
Memang diakuinya bahwa pihaknya juga sudah mendapatkan informasi bahwa pelaku sedikit terganggu kejiwaannya, tetapi diharapkannya informasi itu lebih kuat dibuktikan dengan hitam di atas putih.
“Tentunya oleh pihak yang berkompeten untuk membuktikan bahwa pelaku memang terganggu kejiwaannya,” katanya.
Sementara itu, oknum guru yang menjadi korban, S mengatakan bahwa saat kejadian, dirinya sedang mengambil nilai praktek senam di lab sekira pukul 8.20 WIB.
“Tiba-tiba pelaku datang menghampiri saya, dan bertanya apakah benar S nama. Sebelum saya jawab, langsung saya ditampar pipi kanan dan kiri,” terangnya.
Setelah itu, pelaku melayangkan tinjuan ke keningnya sehingga memar. Hal tersebut membuat korban sedikit mulai emosi, hanya saja ia masih sadar bahwa di depannya banyak anak murid yang melihatnya.
“Saya tidak mau mengajarkan ke siswa, bahwa saya guru yang brutal atyau ringan tangan. Makanya pukulan yang dilayangkan ke saya tidak saya balas,” katanya.
Hanya saja, kata korban, setelah dilakukan pemukulan tersebut, pelaku langsung dipeluknya dan ingin dibawa ke ruangan kantor sekolah untuk mediasi, apa permasalahannya.
“Namun perjalanan menuju ke kantor, saya diseret lagi, sampai di tengah lapangan saya dipukuli lagi. Setelah itu, barulah ada rekan-rekan saya yang tahu bahwa saya dipukuli,” ceritanya.
Atas kejadian itu, korban mengatakan, dirinya diminta Kepsek untuk melaporkan kejadian itu ke Polsek setempat. Ia juga menjelaskan, bahwa motif pelaku memukul, diduga karena tidak terima korban dianggap menantang kelompok tertentu.
“Saya tegaskan, bahwa tidak ada bahasa dari mulut saya yang keluar seperti itu. Memang sebelumnya keponakan pelaku, pernah bermasalah di sekolah, tapi sudah diselesaikan secara mediasi,” ungkapnya.
Menurutnya, kasus lama tersebut tidak menjadi pemicu langsung, karena sudah diselesaikan dengan cara baik-baik. “Mungkin latar belakangnya memang karena itu, karena digosok lagi permasalahannya,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Pejabat Sementara Kanit Reskrim Polsek Sungai Tebelian, Bripka Siswo Kusuma mengatakan, pelaku berinisial AD beralamat Desa Perembang (SP6) tersebut, memang tidak pernah ditahan. Hanya saja, diamankan 1×24 jam.
“Pelaku kita amankan sore hari setelah pemukulan yang dilakukannya tersebut, pada Selasa (5/3) lalu” ungkapnya.
Saat dalam tahap pemeriksaan, dilihat ada tingkah-tingkah yang dianggap oleh penyidik memang ada gangguan kejiwaan dari pelaku, dan informasi dari keluarga juga begitu.
“Demi keamanan kantor Polsek, kita minta penjamin dari kepala desa, maka pelaku tidak kita lakukan penahanan,” katanya.
Untuk langkah selanjutnya, apakah benar pelaku mengidap gangguan mental, pihaknya melakukan pemeriksaan ke psikolog. Kalau memang terbukti tidak benar, maka proses hukum akan dilanjutkan.
“Tapi kalau memang gangguan jiwa, pelaku akan kita rujuk di Dinsos. Kemudian ke Rumah Sakit Jiwa di Singkawang,” terangnya.
Pihaknya akan menunggu hasilnya kembali dari RSJ Singkawang tersebut. Kalau memang benar gangguan jiwa, maka kita lakukan SP3 pemberhetian penyelidikan,” terangnya.
Pada Senin (11/3), pihaknya juga sudah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyeledikian (SPDP) ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sintang.